Minggu, 11 Mei 2014

Cinta Putih



Hari ini, untuk kesekian ratus kali aku akan bertemu dengan Ryan. Pria Idaman hatiku sejak 3 tahun lalu. Ryan adalah teman SMA aku yang telah 25 tahun tidak pernah bertemu sejak kepindahanku keluar kota. Kami bertemu kembali di penghujung tahun 2009. Buah dari keisengan akhirnya aku menemukan Ryan kembali.

Tidak seperti  biasanya sejak pagi tadi, Ryan sibuk bbm aku dan mewanti-wanti agar aku berdandan lebih cantik dan rapi. Ryan meminta aku untuk mengenakan baju yang dia belikan dua minggu lalu. Rencananya sore nanti sepulang kerja Ryan akan mengajakku makan malam. Ryan bilang, akan mengenalkan aku dengan teman-teman istimewanya. Siapakah gerangan? Aku terus membatin… “jangan-jangan, Ryan akan mengenalkan aku ke orang tuanya.. Aduh.. kalau itu yang terjadi, aku belum siap.. “ keluhku…

Hari ini berjalan begitu lambat.. mendekati  siang, aku semakin tidak bisa konsentrasi kepada pekerjaan.
Setiap aku bbm Ryan tentang perasaan aku ini, Ryan hanya senyum dan bilang, “gak akan seperti yang kamu bayangkan honey…”
“Aduh biyung, semakin penasaran dibuatnya….

Jam sudah menunjukkan pukul 6 sore. Aku kembali melihat dandananku di cermin rest room lobby barat gedung kantorku.
“hmm sudah cantik..” aku berguman dan tersipu…

“PING!.. aku tersentak kaget.. aku melihat siapa yang bbm aku..
“Ryan…: aku sudah masuk gedung ya..”
“OK aku juga sudah di lobby. Lobby Barat ..” balasku
“siip..”

Aku masuk kedalam mobil, tapi rupanya sudah ada penumpang lain duduk di kursi belakang..
Diandra, kenalkan, mereka anak-anakku. Teman-teman istimewaku… “
“Akbar yang paling besar, tengah Hafiz dan yang kecil , Haikal..
“Halo semua..” aku menyapa mereka..
Serentak mereka menjawab “Hai tante Andra.. senang akhirnya bisa ketemu dengan tante..”
Deg…dadaku bedesir hangat..” rupanya mereka  sudah sangat-sangat familiar dengan aku? Koq bisa? Aku melirik ke Ryan.. Ryan tersenyum simpul.. ahai.. Ryan semakin membuat aku jatuh cinta kepadanya. Aku tidak menyangka akan mendapat sambutan hangat dari mereka.

Ya  aku tahu, Ryan sudah memiliki 3 putra. Dan yang aku tahu ibu mereka juga sudah lama tidak bersama mereka lagi.. Aku tidak pernah menanyakan alasannya.. Itu masalah pribadi Ryan. Selama Ryan tidak bercerita, akupun tidak akan pernah menanyakan.
Oh rupanya ini teman istimewa yang mau dikenalkan kepada aku rupanya…

“Tante…” Akbar membuyarkan lamunanku sesaat
“Ya..Akbar?”
“Tante sudah punya anak?”..sedikit kaget dgn pertanyaan Akbar yang tidak ku duga
Aku memandang Ryan sesaat sebelum menjawab.. Ryan mengerling dan menganggukkan  kepalanya. Itu tandanya aku harus menjawab dengan jujur.

“Sudah sayang... Tante punya dua anak. Yang besar Abang Dadan (sengaja aku menyebutkan abang di depan nama anakku, mengakrabkan diri..) sekarang kelas 1 SMP. Yang kecil, Tasya. 8 tahun, kelas II SD.”
“Boleh kapan-kapan aku dikenalkan dengan Bang Dadan dan dede Tasya?” Akbar kembali melontarkan pertanyaan.
“Tentu boleh sayang....” aku menjawab

Ryan kembali menatap mataku dan tersenyum penuh kasih.
Tawa, canda dan percakapan silih berganti, menemani kami sepanjang  perjalanan menuju restoran yang sudah Ryan pesan untuk kami berlima.
Terlintas di benakku, alangkah senang dan indahnya, jikalau anak-anakku bisa bergabung di sini. Tapi manalah mungkin.. aku mengernyitkan dahi.. ‘sama saja dengan bunuh diri!’…

Aku tidak menyangka Ryan akan secepat ini mengenalkan anak-anaknya kepada aku. Bukan aku tidak siap untuk diperkenalkan dengan mereka. Karena aku juga adalah seorang ibu dengan dua orang putra-putri.  Dan ada hal-hal yang perlu aku jelaskan terlebih dahulu kepada anak-anakku nantinya.
Aku sendiri menjalani hubungan ini apa adanya.. bagaikan air yang mengalir.. Dan aku tidak tahu, apakah suami ku tercinta sudah mencium ‘hal yang tidak wajar’ atas sikapku selama 3 tahun terakhir ini atau memang suami ku pura-pura tidak tahu? Entahlah… aku hanya berharap, suatu hari nanti, aku mampu dan berani untuk menjelaskan hubungan ‘tak wajar’ ini ke suami dan anak-anak ku.
"Maaf kan aku ayah.." lirihku membatin.

Malam ini, kami menghabiskan makan malam dengan suka cita.. Terlihat wajah-wajah sumringah dan gembira di pancarkan oleh anak-anak Ryan. Mereka begitu senangnya berada di tengah-tengah aku. Seakan akulah mama mereka. Sungguh sikap yang patut aku acungi jempol, bahwa Ryan berhasil mendidik anak-anaknya demikian hebat untuk bisa menghormati orang lain. Dan satu yang membuat aku terharu.. mereka meminta izin untuk memanggilku dengan sebutan ‘Bunda’..
“Akh. Kenapa mereka ingin memanggilku bunda, seperti anak-anakku?”
Kembali Ryan memandang mataku dengan tatapan mata penuh cinta.. wuih..dan mengerling..
“Baiklah… kalian boleh memanggil Bunda..!” Sontak mereka kegirangan dan memeluk diriku..
Tanpa aku sadari, ada setitik airmata jatuh di pelupuk mataku… dan aq mencoba melirik raut wajah tampan di sebelahku. Ternyata oh ternyata.. Ryan juga sedang menghapus butiran airmata yang jatuh di pelupuk matanya…. “Ryan, aku semakin luruh kedalam hatimu…” batinku..

Malam ini memang malam yang sangat istimewa buat aku.
“Thanks Ryan.. kamu telah membuat aku begitu istimewa. Sebuah kecupan hangatku mendarat di pipi Ryan..”
“Aku yang berterima kasih kepadamu, honey..” jawab Ryan seraya membalas kecupan ku..

Aku benar-benar tidak bisa membaca arah pikiran Ryan.. Dan sikap polos dari anak-anak Ryan yang menganggap aku sebagai bunda mereka.. gak habis pikir aku..
Akbar, Hafiz dan Haikal.. adalah anak-anak yang super.. Sama seperti anak-anakku. Mereka memperlihatkan rasa sayang mereka kepada aku tanpa dibuat-buat.. sewajarnya dan aku melihat dimata mereka sangat membutuhkan figure ibu yang selama ini tidak mereka dapatkan…  

Malam beranjak pergi. Setelah mengantar anak-anak terlebih dahulu, baru kemudian Ryan mengantarkan aku. Seperti yang sudah-sudah, Ryan hanya mengantarkan aku dijalan masuk menuju rumah ku.. karena memang aku tidak mau Ryan mengantarkan aku sampai rumah.. dan Ryan sangat pengertian hal ini.

12 bulan telah berlalu sejak perkenalan aku dengan anak-anak Ryan.. semakin hari hubungan aku dan anak-anak Ryan semakin dekat…
Aku benar-benar telah jatuh hati dengan mereka… dan aku semakin cinta kepada Ryan.. Ryan dengan tulus pula mencintai ku dengan keterbatasan yang aku punya...
Apakah aku telah melalaikan tugas seorang Ibu terhadap anak-anakku sendiri? Entahlah.. Perasaanku mengatakan bahwa aku masih baik-baik saja di mata anak-anak dan suamiku.
Aku masih bisa pergi jalan-jalan dengan anak-anak di setiap akhir pekan.. masih sempat menemani mereka belajar, aku masih membuat sarapan buat mereka, menyiapkan baju-baju sekolah. Aku juga masih menjadi ‘upik abu’ dirumah. Dengan tulus itu semua aku kerjakan buat anak-anakku dan juga suamiku..
Genap sudah 4 tahun aku menjalin hubungan dengan Ryan. Sampai saat ini aku belum menemukan sikap perubahan dari suami maupun anak-ankku. Perubahan yang mungkin paling mencolok adalah sejak aku bertemu dengan Ryan 3 tahun lalu, aku sudah tidak mau di jemput oleh suamiku setiap pulang kerja.. Kadang aku beralasan ‘lebih enak naik bus Transajakarta, agar aku bisa tidur’..
Suamiku bisa mengerti dan sangat mempercayaiku…
“Maafkan aku Ayah, aku telah menghianati cinta, dan kepercayaan yang telah Ayah berikan kepadaku…”
Suatu hari nanti Ayah, aku akan menjelaskan kepada Ayah dengan sejelas-jelasnya.. Maafkan bunda ya Ayah....” jeritan hatiku menangis lirih.

“Mari kita jaga sebentuk cinta putih yang telah terbina
Sepenuhnya terjalin pengertian antara engkau dan aku
Masihlah panjang, jalan hidup mesti ditempuh
Semoga tak lekang oleh waktu…

“…… Cukup bagiku hadirmu
Membawa cinta selalu
Lewat warna sikap kasihku
Kau ungkap tlah terjawab..…”


Ringtone ‘Cinta Putih’ dari Katon terdengar dari BB ku. lembut..
Aku tercenung sedikit, dari nomor yang tidak aku kenal..
“Hallo..”
Diandra?” suara disebrang sana menyapaku dengan lembut..
“Ya.. saya sendiri. Maaf dengan siapa saya berbicara?”
“Saya, Sita. Ibunda Ryan”
Gleg..! aku terceguk kaget…
“ Oh , Bu Sita.. Apa kabar Ibu?’ suaraku ku buat senormal mungkin..
Padahal hati, pikiran dan suaraku tidak sejalan.. cukup bikin shock.. Karena aku tidak menyangka akan mendapat telp dari orang tua Ryan.
“Baik nak..” lembut sekali suara ibunya Ryan..
“Begini, bisa ibu bertemu dengan Andra? Sore ini sepulang kerja?”
“Boleh bu… Dimana kita bisa ketemu ya?”
“Terserah nak Andra saja, atau Ibu yang menjemput Andra di kantor bagaimana?”
Waduh…! Aku tidak siap sebetulnya harus ketemu dengan orang tua Ryan.. tapi suara lembut itu telah merangkap jiwaku.. Siap tidak siap aku memang harus menghadapinya..
“jangan bu.. biar Andra saja yang ketempat Ibu. Macet sekali bu kalau harus ke kantor Andra dulu..”
 Aku berusaha menolak.
“Baiklah.. Ibu tunggu Di Segafredo, Pacific Place ya..tempatnya enak, tidak terlalu rame.”
“baik bu. Andra mungkin sampai sana sekitar jam 7. “
“OK Ibu tunggu disana. Terima kasih Andra. See you soon”
“Sama-sama bu.. ” aku membalas dengan sopan.
Klik..sambungan terputus. Dan aku masih termenung.. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Sempat terlintas di fikiran aku, suatu ketika aku akan bertemu Ibunda Ryan, bahwa beliau itu sedikit aristocrat, sedikit judes maybe.. eh ternyata jauh banget apa yang aku bayangin…
Beliau orang yang ramah, tutur katanya lembut dan sedikit elegan..itu gambaran yang aku tangkap dari percakapan tadi.


Jam sudah menunjukan 6.10. sore. Aku masih terjebak kemacetan yang luar biasa di bilangan duku atas,.. Mudah-mudahan aku bisa sampe sebelum jam 7 di PP. Gak enak kalau Mama Ryan harus menunggu lama..
Akhirnya aku tiba juga di PP.. jam sudah menunjukan pukul 7.10. Aku bergegas naik ke lantai 1 mencari menuju Segafredo.  Aku mengedarkan pandangan mataku mencari-cari sosok ibu-ibu dengan baju warna peach..

There she is…!” teriakku dalam hati..
 Sorang ibu yang cukup bersahaja. Dengan gamis peach dipadu hijab  warna selaras dengan warna baju.. cukup membuatku terpesona akan penampilannya.
Begitu sederhana, dan terlihat anggun dengan wajah kearifan yang dipancarkan.
“Assalamualaikum Bu Sita..” aku menyapa.
“Waalaikumussalam..Diandra..!” kulihat beliau mengembang senyumnya yang menawan. Memeluk dan menciumku..
“Apa kabar ibu?  serasa sudah akrab dan kenal bertahun-tahun lamanya.
“Alhamdulillah,.. Andra sendiri bagaimana?” Alhamdulillah baik bu…
“Kita pesan makanan sekarang?”
“silahkan bu..

Sambil menunggu pesanan datang, kami mengobrol hal-hal yang cukup menarik. Dari hal remeh-temeh sampai hal yang penting menurut aku.

 Andra, ada yang ingin Ibu sampaikan..Andra tahu sekarang Ryan ada dimana?”
Aku menggeleng perlahan. “Sudah hampir sebulan ibu, Andra belum bertemu Ryan” jelasku.
“Yang Andra tahu, Ryan ke luar negeri untuk beberapa bulan mengurus project baru disana.
Kami hanya saling menyapa lewat What’sApp.” Paparku panjang.

Setelah Ibu Sita menjelaskan tentang dimana Ryan sekarang dan sedang apa, aku tak mampu berkata apa-apa. Aku terisak menahan airmata agar tidak tumpah semakin deras..

Duh Gusti..!  ternyata, Ryanku sedang tergolek dirumah sakit. Sementara aku? Aku memang cukup sibuk mengurus anakku yang besar mempersiapkan dirinya untuk melanjutkan ke SMA. Tak satupun feeling aku yang merasakan kekhawatiran tentang Ryan.. Justru rasa khawatir yang muncul tentang anak-anak Ryan malah...

“Diandra... kamu tidak apa-apa Nak?” usapan lembut dari Ibu Sita menyadarkan lamunanku.
Aku berusaha tersenyum... Karena aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa.

“Sudah sejak kuliah, disemester terakhir diketahui Ryan mengidap kanker otaak. Dan sekarang ini kanker otak ryan sudah masuk ke stadium 4. Dan dokter sudah berusaha semaksimal yang bisa diperberbuat.


Dandra Sayang...
Aku tidak pandai merangkai kata-kata. Ketika aku berjumpa dengan mu, aku sangat menikmati kebrsamaan kita. Aku serasa menemukan jiwaku kembali, menemukan cintaku, kedamaian dan kehidupan yang telah lama ‘mati’. Hidupku kembali berpelangi, semangatku kembali bergelora ketika dirimu hadir setelah 25 tahun. Diandra, dirimu adalah ‘jiwa’ bagi diriku.

Diandra,
Masa 4 tahun ini begitu singkat, andaikan aku  bisa hidup lebih lama lagi. Aku  menyadari hadir dirimu sudah memberiku harapan. Harapan akan hidup lebih lama lagi. Menyaksikan dirimu dan anak-anakku tumbuh bersama. Bercengkrama dan membuat mereka menjadi anak-anak yang baik dibawah pengasuhanmu.

Diandra,
Rupanya Tuhan mempunyai rencana lain. Penyakitku semakin kronis dan aku tidak dapat menyaksikan impianku. Tapi aku sudah menyiapkan semua.

Diandra,
Jika surat ini telah sampai pada dirimu, berjanjilah bahwa kamu akan menyayangi anak-anakku seperti anak-anakmu. Jadikanlah mereka bagian dari keluargamu. Beri mereka kasih sayang seperti dirimu menyayangi anak-anakmu. Aku tidak akan memberikan anak-anaku ke Ibu mereka. Karena pilihan mereka akan ikut siapa sudah diputuskan sendiri oleh Akbar, Hafiz & Haikal. Dan mereka lebih memilih dirimu untuk jadi Bunda mereka.

Diandra,
Ada surat terpisah untuk suami dan anak-anakmu. Aku berharap mereka juga akan menerima Akbar, Hafiz & Haikal seperti halnya dirimu. Aku berharap Akbar, Hafiz  & Haikal bisa menjadi bagian keluarga dari suami dan anak-anakmu.


Tiba-tiba aku terjatuh..semua menjadi gelap.......

4 komentar:

  1. Duh, jadi penasaran sama ending surat yang satu lagi, Mak.

    BalasHapus
  2. bagus mb, siap untuk di buku kan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayu..

      Siyappp...lagi kejar tayang cerpen berikutnya,,,

      Hapus
  3. Mak Sari... suratnya lagi dibuat...:)
    Thanks sudah mampir ya..

    BalasHapus