Hari ini,
untuk kesekian ratus kali aku akan bertemu dengan Ryan. Pria Idaman hatiku sejak 3
tahun lalu. Ryan adalah teman SMA aku yang telah 25 tahun tidak pernah bertemu
sejak kepindahanku keluar kota. Kami bertemu kembali di penghujung tahun 2009. Buah dari keisengan
akhirnya aku menemukan Ryan kembali.
Tidak seperti
biasanya sejak pagi
tadi, Ryan sibuk bbm aku dan mewanti-wanti agar aku berdandan lebih cantik dan rapi.
Ryan meminta aku untuk mengenakan baju yang dia belikan dua minggu lalu.
Rencananya sore nanti sepulang kerja Ryan akan mengajakku makan malam. Ryan
bilang, akan mengenalkan aku dengan ‘teman-teman’ istimewanya. Siapakah gerangan? Aku terus membatin… “jangan-jangan,
Ryan akan mengenalkan aku ke orang tuanya.. Aduh.. kalau itu yang terjadi, aku
belum siap.. “ keluhku…
Hari ini
berjalan begitu lambat.. mendekati siang, aku
semakin tidak bisa konsentrasi kepada pekerjaan.
Setiap aku
bbm Ryan tentang perasaan aku ini, Ryan hanya senyum dan bilang, “gak akan
seperti yang kamu bayangkan honey…”
“Aduh biyung,
semakin penasaran dibuatnya….
Jam sudah
menunjukkan pukul 6 sore. Aku kembali melihat dandananku di cermin rest room
lobby barat gedung kantorku.
“hmm sudah
cantik..” aku berguman dan tersipu…
“PING!.. aku
tersentak kaget.. aku melihat siapa yang bbm aku..
“Ryan…: aku
sudah masuk gedung ya..”
“OK aku juga
sudah di lobby. Lobby Barat
..” balasku
“siip..”
Aku masuk
kedalam mobil, tapi rupanya sudah ada penumpang lain duduk di kursi belakang..
“Diandra, kenalkan, mereka
anak-anakku. Teman-teman istimewaku… “
“Akbar yang
paling besar, tengah Hafiz dan yang kecil , Haikal..
“Halo
semua..” aku menyapa mereka..
Serentak
mereka menjawab “Hai tante Andra.. senang akhirnya bisa ketemu dengan tante..”
Deg…dadaku
bedesir hangat..” rupanya mereka sudah sangat-sangat familiar dengan
aku? Koq bisa? Aku melirik ke Ryan.. Ryan tersenyum simpul.. ahai.. Ryan semakin membuat aku jatuh
cinta kepadanya. Aku tidak menyangka akan mendapat sambutan hangat dari mereka.
Ya aku tahu, Ryan sudah memiliki 3 putra. Dan yang aku tahu ibu mereka juga
sudah lama tidak bersama mereka lagi.. Aku tidak pernah menanyakan alasannya..
Itu masalah pribadi Ryan. Selama Ryan tidak bercerita, akupun tidak akan pernah
menanyakan.
Oh rupanya
ini teman istimewa yang mau dikenalkan kepada aku rupanya…
“Tante…”
Akbar membuyarkan lamunanku sesaat
“Ya..Akbar?”
“Tante sudah
punya anak?”..sedikit kaget dgn pertanyaan Akbar yang tidak ku duga
Aku memandang
Ryan sesaat sebelum menjawab.. Ryan mengerling dan menganggukkan kepalanya. Itu tandanya aku harus menjawab dengan
jujur.
“Sudah
sayang... Tante punya dua anak. Yang besar Abang Dadan (sengaja aku menyebutkan
abang di depan nama anakku, mengakrabkan diri..) sekarang kelas 1 SMP. Yang
kecil, Tasya. 8 tahun, kelas II SD.”
“Boleh
kapan-kapan aku dikenalkan dengan Bang Dadan dan dede Tasya?” Akbar kembali
melontarkan pertanyaan.
“Tentu boleh
sayang....” aku menjawab
Ryan kembali
menatap mataku dan tersenyum penuh kasih.
Tawa, canda
dan percakapan silih berganti, menemani kami sepanjang perjalanan menuju restoran yang sudah Ryan
pesan untuk kami berlima.
Terlintas di
benakku, alangkah senang dan indahnya, jikalau anak-anakku bisa bergabung di
sini. Tapi manalah mungkin.. aku mengernyitkan dahi.. ‘sama saja dengan bunuh
diri!’…
Aku tidak
menyangka Ryan akan secepat ini mengenalkan anak-anaknya kepada aku. Bukan aku
tidak siap untuk diperkenalkan dengan mereka. Karena aku juga adalah seorang
ibu dengan dua orang putra-putri. Dan
ada hal-hal yang perlu aku jelaskan terlebih dahulu kepada anak-anakku
nantinya.
Aku sendiri
menjalani hubungan ini apa adanya.. bagaikan air yang mengalir.. Dan aku tidak
tahu, apakah suami ku tercinta sudah mencium ‘hal yang tidak wajar’ atas
sikapku selama 3 tahun terakhir ini atau memang suami ku pura-pura tidak tahu?
Entahlah… aku hanya berharap, suatu hari nanti, aku mampu dan berani untuk
menjelaskan hubungan ‘tak wajar’ ini ke suami dan anak-anak ku.
"Maaf kan aku ayah.." lirihku membatin.
Malam ini,
kami menghabiskan makan malam dengan suka cita.. Terlihat wajah-wajah sumringah
dan gembira di pancarkan oleh anak-anak Ryan. Mereka begitu senangnya berada di
tengah-tengah aku. Seakan akulah mama mereka. Sungguh sikap yang patut aku
acungi jempol, bahwa Ryan berhasil mendidik anak-anaknya demikian hebat untuk
bisa menghormati orang lain. Dan satu yang membuat aku terharu.. mereka meminta
izin untuk memanggilku dengan sebutan ‘Bunda’..
“Akh. Kenapa
mereka ingin memanggilku bunda, seperti anak-anakku?”
Kembali Ryan
memandang mataku dengan tatapan mata penuh cinta.. wuih..dan mengerling..
“Baiklah…
kalian boleh memanggil Bunda..!” Sontak mereka kegirangan dan memeluk diriku..
Tanpa aku
sadari, ada setitik airmata jatuh di pelupuk mataku… dan aq mencoba melirik
raut wajah tampan di sebelahku. Ternyata oh ternyata.. Ryan juga sedang
menghapus butiran airmata yang jatuh di pelupuk matanya…. “Ryan, aku semakin
luruh kedalam hatimu…” batinku..
Malam ini memang
malam yang sangat istimewa buat aku.
“Thanks
Ryan.. kamu telah membuat aku begitu istimewa. Sebuah kecupan hangatku mendarat
di pipi Ryan..”
“Aku yang
berterima kasih kepadamu, honey..” jawab Ryan seraya membalas kecupan ku..
Aku
benar-benar tidak bisa membaca arah pikiran Ryan.. Dan sikap polos dari
anak-anak Ryan yang menganggap aku sebagai bunda mereka.. gak habis pikir aku..
Akbar, Hafiz dan Haikal.. adalah anak-anak yang super.. Sama seperti anak-anakku. Mereka
memperlihatkan rasa sayang mereka kepada aku tanpa dibuat-buat.. sewajarnya dan
aku melihat dimata mereka sangat membutuhkan figure ibu yang selama ini tidak
mereka dapatkan…
Malam
beranjak pergi. Setelah mengantar anak-anak terlebih dahulu, baru kemudian Ryan
mengantarkan aku. Seperti yang sudah-sudah, Ryan hanya mengantarkan aku dijalan
masuk menuju rumah ku.. karena memang aku tidak mau Ryan mengantarkan aku sampai
rumah.. dan Ryan sangat pengertian hal ini.
12 bulan telah berlalu sejak perkenalan aku dengan
anak-anak Ryan.. semakin hari hubungan aku dan anak-anak Ryan semakin dekat…
Aku
benar-benar telah jatuh hati dengan mereka… dan aku semakin cinta kepada Ryan..
Ryan dengan tulus pula mencintai ku dengan keterbatasan yang aku punya...
Apakah aku
telah melalaikan tugas seorang Ibu terhadap anak-anakku sendiri? Entahlah..
Perasaanku mengatakan bahwa aku masih baik-baik saja di mata anak-anak dan suamiku.
Aku masih bisa
pergi jalan-jalan dengan anak-anak di setiap akhir pekan.. masih sempat
menemani mereka belajar, aku masih membuat sarapan buat mereka, menyiapkan
baju-baju sekolah. Aku juga masih menjadi ‘upik abu’ dirumah. Dengan tulus itu
semua aku kerjakan buat anak-anakku dan juga suamiku..
Genap sudah 4 tahun aku menjalin hubungan dengan Ryan. Sampai saat ini aku belum menemukan sikap perubahan dari suami maupun anak-ankku. Perubahan
yang mungkin paling mencolok adalah sejak aku bertemu dengan Ryan 3 tahun lalu,
aku sudah tidak mau di jemput oleh suamiku setiap pulang kerja.. Kadang aku
beralasan ‘lebih enak naik bus Transajakarta, agar aku bisa tidur’..
Suamiku bisa
mengerti dan sangat mempercayaiku…
“Maafkan aku Ayah,
aku telah menghianati cinta, dan kepercayaan yang telah Ayah berikan kepadaku…”
Suatu hari
nanti Ayah, aku akan menjelaskan kepada Ayah dengan sejelas-jelasnya.. Maafkan
bunda ya Ayah....” jeritan hatiku
menangis lirih.
“Mari kita jaga sebentuk cinta putih yang telah
terbina
Sepenuhnya terjalin pengertian antara engkau dan aku
Masihlah panjang, jalan hidup mesti ditempuh
Semoga tak lekang oleh waktu…
“…… Cukup bagiku hadirmu
Membawa cinta selalu
Lewat warna sikap kasihku
Kau ungkap tlah terjawab..…”
Ringtone ‘Cinta
Putih’ dari Katon terdengar dari BB ku. lembut..
Aku tercenung
sedikit, dari nomor yang tidak aku kenal..
“Hallo..”
“Diandra?” suara disebrang
sana menyapaku dengan lembut..
“Ya.. saya
sendiri. Maaf dengan siapa saya berbicara?”
“Saya, Sita. Ibunda Ryan”
Gleg..! aku
terceguk kaget…
“ Oh , Bu
Sita.. Apa kabar Ibu?’ suaraku ku buat senormal mungkin..
Padahal hati,
pikiran dan suaraku tidak sejalan.. cukup bikin shock.. Karena aku tidak
menyangka akan mendapat telp dari orang tua Ryan.
“Baik nak..”
lembut sekali suara ibunya Ryan..
“Begini, bisa
ibu bertemu dengan Andra? Sore ini sepulang kerja?”
“Boleh bu…
Dimana kita bisa ketemu ya?”
“Terserah nak Andra saja,
atau Ibu yang menjemput Andra di kantor bagaimana?”
Waduh…! Aku
tidak siap sebetulnya harus ketemu dengan orang tua Ryan.. tapi suara lembut
itu telah merangkap jiwaku.. Siap tidak siap aku memang harus menghadapinya..
“jangan bu..
biar Andra
saja yang ketempat Ibu. Macet sekali bu kalau harus ke kantor Andra dulu..”
Aku berusaha menolak.
“Baiklah..
Ibu tunggu Di Segafredo, Pacific Place ya..tempatnya enak, tidak terlalu rame.”
“baik bu. Andra mungkin sampai sana
sekitar jam 7. “
“OK Ibu
tunggu disana. Terima kasih Andra. See you soon”
“Sama-sama
bu.. ” aku membalas dengan sopan.
Klik..sambungan
terputus. Dan aku masih termenung.. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Sempat
terlintas di fikiran aku, suatu ketika aku akan bertemu Ibunda Ryan, bahwa
beliau itu sedikit aristocrat, sedikit judes maybe.. eh ternyata jauh banget
apa yang aku bayangin…
Beliau orang
yang ramah, tutur katanya lembut dan sedikit elegan..itu gambaran yang aku
tangkap dari percakapan tadi.
Jam sudah
menunjukan 6.10. sore. Aku masih terjebak kemacetan yang luar biasa di bilangan
duku atas,.. Mudah-mudahan aku bisa sampe sebelum jam 7 di PP. Gak enak kalau Mama Ryan
harus menunggu lama..
Akhirnya aku
tiba juga di PP.. jam sudah menunjukan pukul 7.10. Aku bergegas naik ke lantai 1
mencari menuju Segafredo. Aku mengedarkan pandangan
mataku mencari-cari sosok ibu-ibu dengan baju warna peach..
There she is…!” teriakku dalam hati..
Sorang ibu yang cukup bersahaja. Dengan gamis
peach dipadu hijab warna selaras dengan
warna baju.. cukup membuatku terpesona akan penampilannya.
Begitu
sederhana, dan terlihat anggun dengan wajah kearifan yang dipancarkan.
“Assalamualaikum
Bu Sita..” aku menyapa.
“Waalaikumussalam..Diandra..!” kulihat beliau
mengembang senyumnya yang menawan. Memeluk
dan menciumku..
“Apa kabar ibu?” serasa
sudah akrab dan kenal bertahun-tahun lamanya.
“Alhamdulillah,.. Andra sendiri
bagaimana?” Alhamdulillah
baik bu…
“Kita pesan
makanan sekarang?”
“silahkan
bu..
Sambil
menunggu pesanan datang, kami mengobrol hal-hal yang cukup menarik. Dari hal
remeh-temeh sampai hal yang penting menurut aku.
“Andra, ada yang ingin Ibu sampaikan..Andra tahu sekarang Ryan ada dimana?”
Aku menggeleng perlahan. “Sudah hampir sebulan ibu, Andra belum bertemu
Ryan” jelasku.
“Yang Andra tahu, Ryan ke luar negeri untuk beberapa bulan mengurus
project baru disana.
Kami hanya saling menyapa lewat What’sApp.” Paparku panjang.
Setelah Ibu Sita menjelaskan tentang dimana Ryan sekarang dan sedang apa, aku tak mampu berkata apa-apa. Aku terisak menahan airmata agar tidak tumpah semakin deras..
Duh Gusti..! ternyata, Ryanku sedang
tergolek dirumah sakit. Sementara aku? Aku memang cukup sibuk mengurus anakku
yang besar mempersiapkan dirinya untuk melanjutkan ke SMA. Tak satupun feeling
aku yang merasakan kekhawatiran tentang Ryan.. Justru rasa khawatir yang muncul
tentang anak-anak Ryan malah...
“Diandra... kamu tidak apa-apa Nak?” usapan lembut dari Ibu Sita menyadarkan
lamunanku.
Aku berusaha tersenyum... Karena aku benar-benar tidak tahu harus berkata
apa.
“Sudah sejak kuliah, disemester terakhir diketahui Ryan mengidap kanker
otaak. Dan sekarang ini kanker otak ryan sudah masuk ke stadium 4. Dan dokter sudah berusaha semaksimal yang bisa diperberbuat.
Dandra Sayang...
Aku tidak pandai merangkai
kata-kata. Ketika aku berjumpa dengan mu, aku sangat menikmati kebrsamaan kita. Aku serasa menemukan jiwaku kembali, menemukan
cintaku, kedamaian dan kehidupan yang telah lama ‘mati’. Hidupku kembali
berpelangi, semangatku kembali bergelora ketika dirimu hadir setelah 25 tahun. Diandra,
dirimu adalah ‘jiwa’ bagi diriku.
Diandra,
Masa 4 tahun ini begitu singkat,
andaikan aku bisa hidup lebih lama lagi.
Aku menyadari hadir dirimu sudah memberiku
harapan. Harapan akan hidup lebih lama lagi. Menyaksikan dirimu dan anak-anakku
tumbuh bersama. Bercengkrama dan membuat mereka menjadi anak-anak yang baik
dibawah pengasuhanmu.
Diandra,
Rupanya Tuhan mempunyai rencana
lain. Penyakitku semakin kronis dan aku tidak dapat menyaksikan impianku. Tapi
aku sudah menyiapkan semua.
Diandra,
Jika surat ini telah sampai pada
dirimu, berjanjilah bahwa kamu akan menyayangi anak-anakku seperti anak-anakmu.
Jadikanlah mereka bagian dari keluargamu. Beri mereka kasih sayang seperti
dirimu menyayangi anak-anakmu. Aku tidak akan memberikan anak-anaku ke Ibu
mereka. Karena pilihan mereka akan ikut siapa sudah diputuskan sendiri oleh
Akbar, Hafiz & Haikal. Dan mereka lebih memilih dirimu untuk jadi Bunda
mereka.
Diandra,
Ada surat terpisah untuk suami dan
anak-anakmu. Aku berharap mereka juga akan menerima Akbar, Hafiz & Haikal
seperti halnya dirimu. Aku berharap Akbar, Hafiz & Haikal bisa menjadi bagian keluarga
dari suami dan anak-anakmu.
Tiba-tiba aku terjatuh..semua menjadi gelap.......
Duh, jadi penasaran sama ending surat yang satu lagi, Mak.
BalasHapusbagus mb, siap untuk di buku kan?
BalasHapusAyu..
HapusSiyappp...lagi kejar tayang cerpen berikutnya,,,
Mak Sari... suratnya lagi dibuat...:)
BalasHapusThanks sudah mampir ya..